Saat Anak Menikah, Orangtua Alami Kosong

Saat Anak Menikah, Orangtua Alami Kosong

Lumenus.id – Ketika anak mulai hidup mandiri setelah menikah atau merantau, tak sedikit orangtua yang dilanda kesedihan mendalam. Fenomena ini dikenal sebagai emptiness syndrome, atau sindrom sarang kosong. Meskipun tidak selalu disadari, dampak emosionalnya bisa besar—mulai dari rasa sepi, kehilangan makna hidup, hingga munculnya tekanan dalam hubungan keluarga. Mari kenali lebih dalam tentang sindrom ini dan bagaimana cara menyikapinya secara bijak.


Memahami Apa Itu Emptiness Syndrome

Emptiness syndrome adalah kondisi psikologis yang terjadi saat orangtua merasa kesepian atau kehilangan tujuan hidup setelah anak-anak mereka pergi dari rumah. Ini sering dialami oleh ibu atau ayah yang sangat terlibat dalam kehidupan anak-anaknya, terutama ketika seluruh perhatian mereka selama bertahun-tahun terfokus pada mengasuh.

Saat anak sudah mandiri atau menikah dan memutuskan tinggal terpisah, orangtua bisa merasa tidak lagi dibutuhkan. Kondisi ini bisa menimbulkan gejala seperti kesedihan berlarut, gangguan tidur, kelelahan emosional, hingga stres berkepanjangan.


Mengapa Sindrom Ini Terjadi?

Ada berbagai faktor pemicu yang menyebabkan orangtua merasa kosong saat anak mulai hidup mandiri, di antaranya:

  • Ikatan emosional yang sangat kuat: Semakin besar keterlibatan orangtua dalam kehidupan anak, semakin sulit proses perpisahan terjadi.
  • Kurangnya persiapan mental: Banyak orangtua tidak mempersiapkan diri untuk fase kehidupan setelah anak mandiri.
  • Nilai budaya: Di masyarakat timur seperti Indonesia, tinggal bersama orangtua dianggap bentuk kesetiaan dan bakti. Ketika anak memilih tinggal sendiri, sebagian orangtua merasa dikhianati.

Dampak yang Bisa Timbul

Jika tidak ditangani dengan tepat, sindrom ini bisa memicu berbagai masalah, baik psikologis maupun relasional:

  • Depresi ringan hingga berat
  • Meningkatnya konflik dengan anak atau menantu
  • Tumbuhnya sikap posesif atau kontrol berlebih terhadap anak
  • Hubungan keluarga menjadi tegang dan tidak nyaman

Sebaliknya, anak juga bisa merasakan tekanan dan rasa bersalah karena dianggap meninggalkan orangtuanya.


Cara Mengatasi Emptiness Syndrome

Mengatasi sindrom ini butuh kesadaran dari kedua pihak—orangtua dan anak. Beberapa langkah berikut dapat membantu:

  1. Bangun komunikasi terbuka: Anak bisa menjelaskan alasan dan niat baiknya ketika memilih tinggal mandiri. Sementara orangtua juga perlu jujur tentang perasaannya.
  2. Beri ruang dan kepercayaan: Orangtua perlu belajar mempercayai kemampuan anak menjalani hidup sendiri, dan tidak mencampuri secara berlebihan.
  3. Aktifkan kembali peran sosial orangtua: Ajak orangtua bergabung dengan komunitas, mengikuti kegiatan keagamaan, atau menjalani hobi yang dulu tertunda.
  4. Libatkan profesional bila perlu: Bila perasaan sedih berlangsung lama dan mengganggu aktivitas harian, pendampingan dari psikolog bisa sangat membantu.

Peran Anak dalam Masa Transisi Ini

Anak memiliki peran penting untuk menenangkan hati orangtua. Sekalipun sudah mandiri, bukan berarti hubungan harus renggang. Menjaga komunikasi intensif, mengajak pulang saat momen-momen tertentu, atau sekadar mengirim kabar harian bisa membantu orangtua merasa tetap terhubung.

Kuncinya adalah menciptakan keseimbangan antara membangun keluarga sendiri dan tetap menghargai ikatan dengan orangtua.


Kesimpulan

Emptiness syndrome adalah hal nyata yang bisa dialami orangtua saat anak memilih hidup mandiri setelah menikah. Meskipun menyakitkan, sindrom ini dapat dihadapi dengan pendekatan yang tepat, komunikasi terbuka, serta dukungan emosional dari anak. Justru dengan tinggal terpisah, hubungan bisa menjadi lebih dewasa, sehat, dan penuh kepercayaan.