
Transparansi dan Konsistensi Meta Kembali Dipertanyakan
Meta Platforms Inc., perusahaan induk dari Facebook dan Instagram, kembali menjadi sorotan setelah Dewan Pengawas independennya mengeluarkan kritik tajam terkait perubahan kebijakan yang dianggap dilakukan tanpa transparansi dan konsultasi yang memadai. Dewan tersebut menyatakan bahwa Meta gagal memberikan kejelasan terhadap publik dalam proses revisi kebijakan penting yang menyangkut moderasi konten dan kebebasan berekspresi.
Perubahan kebijakan ini berkaitan dengan pendekatan Meta terhadap konten politik dan isu-isu global sensitif yang berpotensi memicu kontroversi. Dewan Pengawas menyayangkan langkah Meta yang dinilai tergesa-gesa dan kurang memperhatikan masukan dari pihak eksternal, termasuk pengguna, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil. Kritik ini memunculkan kembali perdebatan mengenai tanggung jawab perusahaan teknologi dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan pengawasan terhadap konten bermasalah.
Dalam laporannya, Dewan menyoroti bahwa Meta telah mengubah beberapa parameter penting dalam kebijakannya tanpa penjelasan publik yang memadai. Perubahan ini meliputi penyempitan definisi konten yang layak dihapus serta perluasan kebijakan pengecualian berdasarkan konteks politik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Meta dapat melakukan moderasi secara selektif berdasarkan tekanan politik atau kepentingan internal.
Pihak Meta sendiri merespons kritik ini dengan menyatakan bahwa mereka sedang dalam proses penyempurnaan kebijakan agar lebih responsif terhadap dinamika global yang terus berubah. Mereka juga mengklaim bahwa transparansi tetap menjadi prioritas, dan akan segera mengumumkan langkah-langkah lanjutan untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan internal. Namun, pernyataan ini belum cukup meredakan kekhawatiran banyak pihak.
Kritik ini tidak datang tanpa dampak. Beberapa lembaga pemantau media dan hak digital internasional mendesak Meta untuk kembali meninjau proses pembuatan kebijakannya dan membuka lebih banyak ruang partisipasi publik. Mereka juga menyerukan agar perusahaan besar seperti Meta tidak lagi bertindak sebagai penentu tunggal atas apa yang layak atau tidak layak disebarkan di dunia maya.
Dewan Pengawas Meta dibentuk sebagai badan independen untuk meninjau keputusan kontroversial terkait konten dan memberikan rekomendasi kebijakan. Meski tidak mengikat secara hukum, rekomendasi dewan ini sering kali dianggap sebagai tolok ukur etika dan akuntabilitas Meta. Oleh karena itu, kritik tajam dari badan ini mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap cara Meta menangani perubahan kebijakannya.
Situasi ini menjadi pengingat penting bagi perusahaan teknologi besar bahwa kekuasaan dalam ruang digital harus disertai dengan mekanisme akuntabilitas yang kuat. Tanpa keterbukaan dan partisipasi publik, kebijakan platform berisiko menjadi alat kontrol sepihak yang dapat merugikan kebebasan berpendapat. Meta kini menghadapi tantangan untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar mendengarkan, bukan sekadar mengatur.
4o